Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 08

BAB VIII
DI MANA PETE?

Bob Andrews menarik jaketnya menutupi kepala dan menggerutu. Yang satu jam yang lalu mulai sebagai gerimis kecil telah berubah menjadi hujan dan kini sepertinya akan menjadi sangat lebat.
Jebediah O'Connell masih tetap berkeliaran di halaman, kini dengan payung di atas kepalanya, berhenti di sana sini untuk mengamati sesuatu atau mencungkil sesuatu dengan tongkatnya. Bob bertanya-tanya jika nasib Pete lebih beruntung di dalam. Paling tidak ia kering!
Bob melihat arlojinya. Jam makan siang telah lama lewat dan kini perutnya memprotes. Bob menimbang-nimbang godaan untuk menyudahi pengawasannya terhadap Jebediah sehingga ia dapat masuk, mengeringkan badan, dan makan sesuatu. Tidak, Jupe tidak akan menerimanya, pikir anak itu. Lebih baik tetap berkeliaran di hutan, membuntuti Sepupu Jeb berjalan tanpa henti di bawah siraman hujan.
Remaja bertubuh kecil itu menggigil dan berusaha menahan giginya agar tidak bergemeletuk. Ia menerima keadaan bahwa ia harus tetap kedinginan, kelaparan, dan menderita hingga Jupe dan Ben kembali dari London.
Mujur bagi Bob, ia hanya perlu menunggu sejam lagi. Dari pos pengamatannya di antara pepohonan, Bob melihat Silver Cloud Benjamin Hitchcock, kini dengan atap terpasang, meluncur masuk dan berhenti. Sambil berhati-hati agar tidak terlihat oleh Jebediah, ia mengitari rumah untuk menemui teman-temannya.
"Ada kemajuan?" tanyanya.
Jupe mengacungkan sebuah kantung kertas kecil di tangannya sementara mereka berlari ke dalam. "Mereka mengizinkan kami mendengarkannya di toko," katanya. "Namun aku memutuskan untuk membelinya juga untuk berjaga-jaga."
Ketika anak-anak sedang menanggalkan jaket mereka yang basah, Patricia O'Connell muncul, nampak cemas.
"Aku gembira kalian telah pulang, Anak-anak," katanya.
Ben merasa ada sesuatu yang mengganggu pikiran bibinya dan nampak was-was. "Ada apa, Bibi Patty? Ada sesuatu yang terjadi?"
Wanita cantik itu tersenyum dan nampak agak malu. "Tidak, tidak, tidak ada apa-apa," katanya. "Hanya saja ... semenjak kalian pergi, aku mendengar suara-suara di rumah ini."
"Maksud Anda hantu, ma'am?" tanya Bob bersemangat.
"Oh, tidak!" kata wanita itu, memaksakan untuk tertawa. "Aku yakin bukan sesuatu semacam itu. Kurasa hanya karena sudah lama aku tidak berada sendirian di dalam rumah besar ini dan ... aku tidak tahu di mana Keluarga Fitchhorn dan aku tidak melihat Sepupu Jeb selama berjam-jam! Aku berusaha tidur siang namun tetap saja suara-suara aneh itu terdengar."
"Sepupu Anda Jeb ada di halaman," kata Bob memberi tahu. "Ia ada di luar sana selama berjam-jam."
Jupiter mengusap dagunya dan berpikir. "Bisakah Anda menunjukkan kepada kami tempat Anda berada ketika terakhir kali mendengar suara-suara itu?"
"Di dapur," kata Patricia.
Anak-anak mengikutinya ke sana, kemudian berdiam diri, mencoba menangkap suara hantu yang misterius.
Patricia nampak makin malu. "Aku mendengar suara aneh mengetuk-ngetuk -- seperti di dalam pipa -- dan aku bahkan berani bersumpah telah mendengar suatu suara beberapa kali." Ia memandang anak-anak dengan malu-malu. "Apapun itu, nampaknya sekarang sudah tidak ada."
Jupe tersenyum kepadanya. "Kami baru saja hendak mengadakan rapat, bagaimana jika Anda bergabung?" usulnya, berusaha membuat Patricia merasa nyaman. "Adakah tempat yang memungkinkan kita berbicara dengan tenang?"
"Perpustakaan," kata wanita itu. "Lewat sini."
Perpustakaan itu adalah sebuah ruangan besar dengan cahaya temaram yang dipenuhi buku-buku dan bayang-bayang. Dinding-dindingnya yang tertutupi buku-buku menjulang tinggi ke langit-langit yang melengkung. Samar-samar tercium bau kertas tua dan anak-anak teringat akan perpustakaan umum di Rocky Beach, tempat Bob bekerja paruh waktu.
Sebuah bola dunia yang besar sekali berada di salah satu sudut ruangan dan sebuah tangga tinggi beroda memungkinkan orang mencapai rak-rak buku tertinggi yang berdiri sepanjang tiga dinding ruangan. Salah satu sudut bersih dari buku. Di sudut ini terdapat sebuah jendela besar dari kaca berwarna-warni yang dengan jelas menggambarkan seorang ksatria dengan baju besi berwarna biru, duduk di atas punggung seekor kuda bermata delima. Sepotong kaca di bagian bawah jendela, berbentuk sebuah gulungan naskah, bertuliskan "Ksatria Templar" dalam huruf-huruf Inggris Kuno. Patricia menyingkapkan tirai tebal berenda dan secercah cahaya masuk ke dalam ruangan kelam itu, memperjelas lukisan di jendela.
Bob bersiul. "Aku tidak akan suka membersihkan jendela itu. Ksatria itu menatap kita lekat-lekat."
"Dan kuda itu juga tidak lebih ramah," tambah Ben sambil menggigil.
"Kurasa kita sudah hampir menyelesaikan teka-teki ini," potong Jupe. "Namun kita harus bergerak dengan cepat. Sepertinya ada pihak lain di dalam rumah ini yang juga sangat ingin menemukan harta itu."
"Jadi itu yang kau maksud dengan kerlinganmu tadi," kata Patricia. "Kau punya dugaan siapa itu, Jupiter?"
Jupe mengintip keluar melalui salah satu potongan kaca yang bening ke arah awan pembawa badai yang berarak-arak mendekat. Dari tempatnya berdiri ia dapat melihat halaman dengan jam matahari dan Jebediah di salah satu ujungnya. "Apa yang Anda ketahui tentang Keluarga Fitchhorn, Patricia?" tanyanya. "Dan apa yang Anda ketahui tentang sepupu Anda Jebediah?"
Patricia duduk di lengan sebuah kursi besar yang terbuat dari kulit dan mendesah, mengusap keningnya kembali. "Keluarga Fitchhorn tiba di sini bersama seorang pengacara yang meragukan ketika aku sedang berada di Hollywood untuk pembacaan surat wasiat ayahku. Mereka menunjukkan beberapa dokumen kepada Julia dan mengaku sebagai sanak saudara serta berhak atas sebagian tanah ini. Sebelumnya aku telah merasa bahwa kepergian ayahku akan mendatangkan beberapa orang semacam mereka, jadi aku tidak terlalu memikirkannya. Sudah banyak hal di dalam pikiranku, maka kusuruh Julia membiarkan mereka tinggal sampai aku tiba. Saat itu kuharap mereka akan bosan sendiri dan akhirnya pergi."
"Dan bagaimana dengan sepupu Anda?" tanya Jupiter.
Patricia mendesah kembali. "Jebediah adalah seorang pria yang aneh. Ia nampak cukup jujur. Ia pensiun dini karena kakinya dan membantu-bantu di rumah ini sebagai tukang kebun. Kuizinkan dia tinggal di sini sebagai bayarannya. Ia nampak cukup puas akan perjanjian itu ... namun kadang-kadang ia berubah murung dan mengurung diri. Lalu ia akan menghilang selama beberapa hari tanpa mengatakan apa-apa."
Terdengar ketukan lembut di pintu dan Winston masuk membawa sebuah nampan. "Saya membawakan teh untuk Anda, madam."
"Kau sungguh baik, Winston," Patricia tersenyum. "Anak-anak baru saja berkata bahwa mereka hampir menyelesaikan teka-teki itu."
"Hebat! Apakah semua anak Amerika sepandai kalian?" Winston membungkukkan badan. "Namun bukankah kalian datang bertiga?"
"Waduh, benar!" seru Bob. "Pete telah hilang berjam-jam!"
Jupiter nampak cemas. "Maksudmu kau tidak melihatnya sejak Ben dan aku pergi ke London?"
"Tidak sejak kami berpencar," jawab Bob.
"Mungkin sebaiknya kita mencari Master Pete," saran Winston. "Mungkin ia tersesat di halaman. Tanah ini luas sekali ... orang bisa tersesat selama berhari-hari di tengah hutan!"
Jupiter hendak mengusulkan agar mereka berpencar untuk mencari Pete ketika tiba-tiba ia terdiam. "Sebentar," desisnya. "Dengarkan!"
Mereka berdiri diam dan menunggu selama beberapa saat dalam keheningan yang mencekam.
"Rasanya saya tidak mendengar apa-apa, Master Jupiter," kata Winston akhirnya. "Sebentar lagi gelap. Jika Master Pete ada di hutan ...."
"Tunggu ... sst!" bisik Jupiter lagi. "Kalian dengar itu?"
Mereka mendengarkan kembali. Kali ini samar-samar mereka dapat mendengar suara ketukan yang sepertinya datang dari lantai.
"Aku mendengarnya!" seru Ben. "Seperti seseorang memukul-mukul pipa."
"Itulah suara yang kudengar!" kata Patricia.
"Itu sinyal SOS!" seru Bob. "Pasti Pete yang berusaha memberi tanda kepada kita!"
"Di mana Pete bisa menemukan pipa?" tanya Jupiter cepat.
"Di ruang penyimpan anggur!" seru Winston. "Ikuti saya, Tuan-tuan!"
Kepala pelayan bertubuh ramping itu berlari keluar dari perpustakaan, diikuti oleh anak-anak dan Patricia. Ia membawa mereka ke gudang kecil di dekat dapur, membuka pintu, dan mereka menuruni tangga batu.
Winston meraba-raba di dalam kegelapan sampai menemukan seutas tali untuk menyalakan bola lampu di dasar tangga. Ketika ia menyalakannya, anak-anak dapat melihat jaringan pipa bersimpang siur di sepanjang langit-langit yang rendah ... sepertinya mustahil untuk mengetahui yang mana yang dipukul Pete!
"Ketukan itu semakin kuat sekarang," kata Jupiter.
"Lewat sini!" kata Winston. Pria jangkung berjas itu melintasi ruangan besar penyimpan anggur itu dengan ahli, baris demi baris botol anggur, hingga akhirnya ia mencapai sebuah pintu. Dengan cekatan ia membuka sebuah gerendel besar dan membuka pintu yang berat itu, menyebabkan engselnya berderit.
Di balik pintu itu Pete Crenshaw menggenggam sebuah pipa besi seperti sebuah pemukul baseball! Matanya tertutup dan ia keluar sambil mengayunkan pipanya, nyaris menghantam kepala Winston!
"Kau tidak akan bisa menangkapku, Hantu!" teriaknya.
Jupiter menyambar pergelangan tangan Pete dan mencegahnya meremukkan tengkorak Winston. "Pete!" serunya. "Pete, ini kami!"
Penyelidik Kedua yang kekar itu mengejapkan matanya beberapa kali sebelum melonggarkan genggamannya pada pipa.
"Wah, aku sungguh gembira bertemu denganmu!" katanya lemah.
Jupe mengambil pipa dari tangan Pete dan melemparkannya kembali ke dalam ruangan. "Apa yang terjadi?" tanyanya. "Bagaimana kau bisa terkurung di dalam situ?"
"Bawa aku ke bawah cahaya matahari yang hangat dan akan kuceritakan semuanya," kata Pete.
Mereka membawa teman mereka yang kelelahan ke tangga batu namun Jupiter berhenti di bawah dengan suatu pikiran di wajahnya.
"Ada apa, Pertama?" tanya Bob.
"Ini bukan waktunya untuk deduksi," erang Pete. "Aku harus makan sesuatu sebelum mati kelaparan!"
"Baiklah," kata Jupe. "Kurasa kau benar."
Mereka pergi ke lantai dua dan berkumpul di perpustakaan. Winston bergegas pergi ke dapur dan kembali dengan sebuah nampan berisi daging tebal, roti keju, dan soda jeruk.
"Sepertinya kau harus mengambilkan satu nampan lagi untuk yang lain!" canda Pete sambil menggigit roti. "Aku belum makan sejak sarapan!"
"Sementara Pete memulihkan diri dari kelaparan," kata Jupiter, diikuti sebuah gigitan besar pada rotinya, "Ben dan aku akan menceritakan apa yang kami temukan dari piringan hitam itu. Setelah itu Pete dapat memberi tahu kita bagaimana ia bisa terkurung di ruang penyimpan anggur."
"Saya jadi ingat, madam," kata Winston. "Saya tadi hendak memberi tahu Anda bahwa pintu ruang proyektor telah dibobol. Saya telah memperbaiki kuncinya namun Anda mungkin ingin memeriksanya sendiri." Ia berdehem dan nampak agak sungkan. "Saya tahu saya tidak pantas mengatakan ini, namun saya merasa wajib memberi tahu Anda bahwa saya melihat Mr. Fitchhorn di lantai atas," tambahnya kemudian.
"Terima kasih, Winston," kata Patricia. "Kurasa Keluarga Fitchhorn sudah waktunya pergi," katanya tegas. "Dan mereka tidak akan mendapatkan satu sen pun uang ayahku!"
"Kami akan mendapatkan yang merupakan hak kami yang sah!" sebuah suara menggeram dari pintu.
Next Chapter

No comments:

Post a Comment