Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 16

BAB XVI
BOB MENUDUH

"Keluarga Fitchhorn adalah sang hantu?" seru Patricia. "Atau orang lain lagi?"
Jupiter menggeleng. "Saya belum punya bukti nyata ... namun saya rasa saya bisa mendapatkannya!"
"Bagaimana, Jupe?" tanya Pete.
Jupiter meraih sebuah apel dari keranjang buah di atas meja dapur dan menggigitnya seperti orang kelaparan. Ia tersenyum lebar dan menerangkan sambil mengunyah. "Dengan cara mengumpulkan semua orang di rumah ini di perpustakaan, sehingga kita dapat mengungkap 'hantu' ini!" katanya dengan dramatis. "Data, Dua ... beri tahu semua orang agar berkumpul di perpustakaan dalam waktu lima menit."
"Paling tidak katakan padaku apa yang terjadi pada sepatu dan kaos kakimu," kata Patricia.
"Penuh lumpur sehingga tidak dapat dipakai di dalam, Bibi Patty," jawab Ben. "Ketika Jupiter dan aku ada di jalan, kami melihat seseorang tersorot lampu mobilku, sedang mengendap-endap di sekitar kebun. Tentu saja kami turun dan mengejar ... Jupiter akan menceritakan lanjutannya di perpustakaan nanti."
"Baiklah, Jupe," kata wanita itu, mengangkat tangan. "Silakan pimpin!"
Dalam lima menit seluruh penghuni rumah kecuali Julia telah berkumpul di perpustakaan yang lembab. Jupiter berjalan mondar-mandir di depan jendela. Ia memegang amplop besar itu di satu tangan dan apel di tangan yang lain, sementara lampu-lampu berkedip setiap kali kilat menyambar di luar.
"Winston, tolong ambilkan beberapa batang lilin," kata Patricia. "Siapa tahu lampu mati nanti."
"Baiklah, madam," pria itu membungkuk. Kepala pelayan yang jangkung itu meninggalkan ruangan dan segera kembali dengan beberapa batang lilin. Ia meletakkannya di sekeliling perpustakaan dan menyalakannya dengan sekotak korek api.
Patricia tersenyum, nampak sedikit tersipu. "Terima kasih, Winston. Rasanya aku tidak ingin berada dalam kegelapan pada malam seperti ini."
"Tentu saja, madam," kepala pelayan itu menyetujuinya.
Timothy Fitchhorn menuangkan brandy ke sebuah gelas kristal dan mendorong rambutnya. "Baiklah, Nak, kuharap ini hal yang penting," katanya tidak sabar. Lelaki gemuk itu meletakkan tangannya di atas dinding perapian dan menenggak habis minumannya.
"Ya," kata istrinya, membersihkan hidungnya dengan saputangan berenda, menimbulkan suara nyaring, "kami tidak dapat menonton acara televisi kesukaan kami!"
"Ah," kata Jebediah, "seseorang harus berada di dekat Julia yang malang. Tidak baik meninggalkannya sendirian pada malam seperti ini."
"Sebenarnya," kata Jupiter, "ia berada di tempat yang paling aman saat ini."
Winston tengah memutar-mutar bola dunia besar di sudut ruangan tanpa tujuan. Ia sekonyong-konyong mengangkat wajah dan menatap Jupiter. "Apa maksud Anda, Anak Muda?" tukasnya. "Saya rasa Jebediah benar. Mungkin sebaiknya saat ini juga saya jemput istri saya."
Jupiter berhenti mondar-mandir dan berdiri di tengah ruangan. "Sederhana saja, ia aman di pondok pelayan karena saat ini si 'hantu' ada di dalam ruangan ini juga!"
Mereka semua memandang berkeliling, seolah-olah hantu Molly Thibidoux sedang menyelinap di belakang mereka, siap menjerat leher mereka dengan tali gantungannya yang dingin. Kilat dan guruh menyambar ... dan ketika lampu-lampu di perpustakaan berkedip-kedip, semua orang di dalam ruangan itu menahan nafas.
Jupiter nampak paling ketakutan. Mendengar suara guruh, ia dengan kikuk menjatuhkan apel di tangannya. Apel itu jatuh ke lantai di depan Winston.
"Maaf," katanya tersipu-sipu. Detektif yang kelebihan berat badan itu berlutut untuk mengambil apel itu dan tersenyum. "Sepertinya aku sedikit terkejut," katanya.
"Apakah kau akan membuat kami penasaran sepanjang malam, Jupe?" kata Pete tidak sabar. "Di mana hantu itu?"
"Baiklah, Dua," ia mengangguk. "Tapi marilah kita mulai dari awal sampai akhirnya kita sampai pada hantu itu, bagaimana?"
"Lebih baik kau segera mulai," ancam Timothy Fitchhorn, "atau aku pergi!"
"Sekali ini aku setuju dengan si tolol itu," tukas Jebediah.
Jupiter tidak menghiraukan mereka dan menarik nafas dalam-dalam. "Hal pertama yang perlu kita bicarakan adalah petunjuk terakhir dari piringan hitam itu ... 'Harta Tersembunyi.' Jika kalian ingat, bait kedua berbunyi: 'Waktu telah berhenti tanpamu, aku seperti Adam tanpa Hawa, aku akan terus mencari di dunia ini, hingga aku telah menguburkan kesedihanku.'"
"Surat Mr. Hitchcock mengatakan bahwa kita telah salah tentang maknanya," ingat Bob.
"Namun pagi ini kau berkata bahwa kau telah tahu arti yang sebenarnya," tambah Pete.
Jupiter menyeringai ke arah rekan-rekannya. "Memang ... dan demikian juga halnya dengan seseorang lain! Kalau kita perlakukan masing-masing baris sebagai teka-teki tersendiri, jawabannya menjadi jelas. 'Waktu telah berhenti tanpamu' telah membuat kita mengambil kesimpulan yang salah ketika itu. Jelas itu menunjukkan sebuah alat penunjuk waktu namun kita terlalu terburu-buru. Baris-baris selanjutnya memberi tahu kita alat apa yang harus kita cari!"
"Nah, yang mana itu?" kata Stella Fitchhorn penuh semangat.
Wajah Jupiter menampakkan kemenangan. "Cukup sederhana," katanya. "Baris kedua memberi tahu kita! 'Aku seperti Adam tanpa Hawa.' Nah, menurut Kitab Kejadian -- buku pertama dalam Alkitab -- di mana Adam dan Hawa tinggal?"
"Aku tahu!" seru Pete. "Taman Firdaus!"
"Tepat sekali," kata Jupiter. "Jika baris pertama maksudnya 'alat penunjuk waktu,' kita dapat mengambil kesimpulan bahwa yang kedua maksudnya 'kebun.'"
Patricia nampak bingung. "Tapi alat penunjuk waktu macam apa yang mungkin ada di kebun?" tanyanya. "Sebuah jam akan rusak di sana."
"Sebuah jam yang sebenarnya jelas akan rusak," kata Jupiter setuju. "Tapi sebuah jam marmer tidak akan!"
Tiba-tiba mata Jebediah berbinar-binar. "Ya ampun, kurasa aku tahu apa yang dimaksud si gendut ini ... maksud Mr. Hitchcock adalah jam matahari di kebun! Itu adalah sebuah alat penunjuk waktu dan tidak lagi berfungsi. Batang logam yang menghasilkan bayang-bayang patah beberapa tahun yang lalu. Itulah yang dimaksud dengan 'waktu telah berhenti tanpamu'!"
Keluarga Fitchhorn dan Jebediah berlari menuju jendela dengan kaca berwarna yang menghadap ke kebun. Pete, Bob, dan Patricia berkerumun di belakang mereka.
"Terlalu gelap untuk melihat apa-apa," kata Pete, menaungi matanya dengan kedua tangan. "Kita harus keluar."
Jupiter tersenyum kepada Ben dan menggeleng. "Sama sekali tidak perlu," katanya. "Seseorang telah berhasil memecahkan kedua baris terakhir bait itu. Setelah kita mengetahui polanya, cukup sederhana. 'Aku akan terus mencari di dunia ini, hingga aku telah menguburkan kesedihanku' maksudnya 'cari sesuatu yang terkubur.'"
"Dan seseorang telah melakukannya!" seru Ben Hitchcock. Lampu-lampu di perpustakaan berkedip lagi ... padam sedikit lebih lama kali ini.
"Tapi siapa?" tanya Patricia.
Jupiter Jones berdiri di tengah-tengah perpustakaan nampak seangkuh seekor merak. Ia menegakkan badannya sepenuhnya. "Seseorang yang tahu setiap jengkal rumah ini. Orang yang sama yang tidak pernah kelihatan ketika sang 'hantu' muncul," katanya.
"Keluarga Fitchhorn!" seru Patricia. "Merekalah yang berusaha menakut-nakuti kita sehingga mereka dapat menemukan harta itu!"
Timothy Fitchhorn maju selangkah. "Jaga mulutmu, Nyonya," geramnya. "Aku tidak bisa digertak begitu saja!"
Wajah Stella Fitchhorn merah padam. "Beraninya kau berkata demikian kepada sanak saudara!" jeritnya.
"Kami tahu kalian bukan saudara!" kata Pete panas. "Kami melihat koran itu!"
Timothy Fitchhorn tidak dapat berkata-kata. Ia mengusap butiran-butiran keringat di alisnya dengan saputangan dan tergagap. "Aku ... aku tidak tahu apa yang kau katakan. Koran ... koran apa?"
Bob melemparkan surat kabar itu ke atas meja kopi sehingga semua dapat mengamatinya. "Koran yang Anda tumpahi kopi sehingga kami tidak sempat melihatnya. Koran yang mengatakan bahwa Anda dan istri Anda adalah penipu yang telah membodohi orang-orang di seluruh Eropa!"
"Itu ... itu bisa jadi siapa saja!" kata Stella Fitchhorn dengan gugup. "Siapapun!"
Timothy Fitchhorn menatap istrinya dengan marah. "Sudah kukatakan biar aku yang bicara!" Dengan tenang ia merapikan jaketnya dan mengusap rambutnya yang berminyak. "Foto itu tidak membuktikan apa-apa. Kami tidak melakukan kejahatan apapun di sini ... dan yang pasti kami tidak menyamar sebagai hantu. Ide apa itu? Apa yang bisa didapat dengan menyamar sebagai hantu?"
Pete maju selangkah. "Untuk menakut-nakuti kami sehingga meninggalkan rumah," tuduhnya, "sehingga kalian dapat mencari harta itu tanpa ada yang tahu! Sayang sekali kalian tidak memperhitungkan bahwa Trio Detektif tidak semudah itu ditakut-takuti." Ia memandang Bob dan Jupiter dan tersenyum kecut. "Paling tidak dua dari tiga."
Kilat menyambar lagi, kali ini sangat dekat. Lampu-lampu berkedip dan butiran hujan menghantam kaca jendela dengan brutal. Jupiter bersuara.
"Mr. Fitchhorn benar," katanya tenang. "Bukan mereka yang menyamar sebagai hantu."
Semua berpaling ke arah Jupiter.
"Apa?" seru Patricia. "Jika hantu itu bukanlah mereka ... lantas siapa?"
Sekonyong-konyong Bob berdiri dan berdehem. "Bolehkah aku menebak, Jupe?"
Jupiter, nampak agak terkejut, mengangguk dengan enggan. Remaja gempal itu sudah jelas suka menjadi pusat perhatian namun ia merasa perlu memberi Bob kesempatan yang adil jika memang ia tahu jawabannya.
Pete menggaruk-garuk kepalanya dengan bingung. "Mengapa hanya aku yang tidak tahu apa yang tengah terjadi di sini?"
Bob tersenyum dan menuding.
"Hantu itu tak lain dan tak bukan adalah sang kepala pelayan ... Winston!"
Next Chapter

No comments:

Post a Comment