Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 11

BAB XI
JEJAK KAKI TUNGGAL

Keesokan harinya pagi-pagi benar Pete dan Bob terbangun oleh guncangan kuat Jupiter.
"Ada apa ...?" gumam Pete setengah tertidur.
"... masih ingin tidur, mom ...."
"Pete!" Jupiter berbisik di telinganya. "Pete, Bob, bangun!"
Bob menggeliat. "Jam berapa ini?" ia menguap, meraih kacamatanya dan melihat ke luar jendela. "Matahari pun belum terbit, Jupe."
"Ada dua kejadian penting," Jupiter Jones berbisik dengan dramatis.
"Kejadian apa?" tanya Pete. "Kau menemukan bahwa kau menderita insomnia?"
"Salah satunya aku yakin telah memecahkan teka-teki dari piringan hitam itu," kata Jupiter, tidak menghiraukan sindiran Pete.
"Dan yang satunya lagi?" tanya Bob.
"Seseorang berkeliaran di lantai bawah! Kenakan sepatu kalian dan ikuti aku. Mungkin kita bisa menangkap hantu sebelum sarapan."
"Tidak bisakah kita menunggu matahari terbit sebelum berburu hantu?" gerutu Pete.
Anak-anak menyelinap diam-diam sepanjang koridor dan berjingkat-jingkat menuruni tangga. Ketika mereka berada separuh jalan, Jupiter bertiarap dan mengintip melalui sisi tangga. Dari tempatnya berada ia dapat melihat sesosok bayang-bayang mengendap-endap di ruangan lantai dasar yang besar.
"Siapapun itu, ia sedang mencari sesuatu," desis Jupiter.
"Kau tahu siapa dia?" tanya Bob.
"Negatif -- bisa siapa saja. Kita akan mendekat untuk melihat lebih jelas."
"Aku sudah khawatir kau akan berkata demikian," kata Pete.
"Apakah sebaiknya kita bangunkan Ben?" tanya Bob.
Jupiter menggeleng. "Biarkan dia tidur, seharian nanti ia akan sangat sibuk." Tanpa repot-repot menjelaskan, Jupiter berdiri dan meraih pegangan tangga. Trio Detektif bergerak menuruni tangga yang besar itu, berhati-hati agar tidak menimbulkan suara. Ketika mereka tiba di anak tangga paling bawah, Pete tanpa sengaja menginjak papan yang longgar, menimbulkan bunyi seperti sebatang paku berkarat dicabut dari kayu. Pete menunduk dan menahan nafas.
"Terlambat!" bisik Jupiter. "Mereka telah mendengarnya. Ayo!"
Ketiga anak itu berlari menyerbu ke ruangan yang besar itu namun berhenti mendadak ketika mereka melihat ruangan itu kosong dan sunyi. Mereka menunggu suara yang mungkin memberi petunjuk tempat si penyelinap berada. Kemudian mereka mendengar sesuatu yang dikenali Pete.
"Pintu menuju ke tempat menyimpan anggur," bisiknya. "Di dapur."
"Kau yakin?" desak Bob.
"Percayalah, Data, aku berharap takkan pernah mendengar bunyi itu lagi!"
"Ke dapur!" Jupiter memberi aba-aba.
Dengan Pete memimpin di depan, mereka bergegas menuju dapur dan melihat pintu ke ruang bawah tanah sedikit terbuka.
"Kita telah memerangkap mereka di bawah sana," kata Jupiter senang. "Bob, ambil senter dan lilin dari lemari."
Bob berlari ke lemari di bawah tempat cuci piring di dapur dan mengambil senter besar dan dua batang lilin. Ia bergegas menyalakan lilin-lilin itu dan memberikan sebatang kepada Pete. Bergerak berdekatan, mereka mulai menuruni tangga.
"Tetap berdekatan," kata Jupiter.
"Aku baru saja hendak mengatakan hal yang sama," gumam Pete melalui sela-sela giginya.
Mengendap-endap seperti tikus, ketiga sahabat itu memeriksa rak-rak yang berdebu baris demi baris. Ketika mereka sampai di baris terakhir, Jupiter menunjuk tanpa bersuara ke arah pintu besar yang menuju ke ruangan tempat Pete terkurung sebelumnya dan menganggukkan kepala.
"Di dalam situ," gumamnya.
Pete dan Bob menelan ludah dan balas mengangguk. Dengan Jupiter di depan mereka mendekati pintu besi itu. Pete meraih sebuah botol anggur dari rak terdekat dan memberikannya kepada Bob. Kemudian ia mengambil satu lagi untuk dirinya sendiri. Ia merasa lebih enak dengan senjata di genggamannya, seandainya benar-benar ada makhluk seram penghisap darah di balik pintu.
Pada hitungan ketiga, Jupiter memberi isyarat. Tanpa bersuara ia menghitung dengan jari, ketika ia mencapai angka tiga, Penyelidik Pertama yang berat itu menggenggam pegangan pintu besi dan menariknya dengan sekuat tenaga.
Sambil berteriak ketiga anak itu menuruni ketiga anak tangga dan menyerbu ke ruangan yang dingin dan lembab itu.
Kosong.
Jupiter menyorotkan senternya ke sekeliling ruangan kecil itu dengan tidak percaya. Rak-rak berdebu, penuh berisi barang bekas dan kotak dalam berbagai ukuran berbaris di dinding di sekeliling ruangan. Sepertinya si penyusup telah menghilang begitu saja.
"Ia pasti ada di sini!" kata Jupiter keras kepala. "Cari pintu tersembunyi."
Pete menggeleng. "Jika memang ada pintu rahasia di sini, Jupe, aku pasti telah menemukannya!"
"Waktu itu gelap dan kau sedang dalam keadaan tertekan," kata Jupiter. "Tentulah sulit sekali bagi siapapun untuk melakukan pencarian yang seksama."
"Biasanya selalu ada tuas atau gerendel untuk pintu semacam itu," kata Bob. "Cari sesuatu di rak-rak ini yang kelihatannya tidak pada tempatnya."
Anak-anak mulai menariki benda-benda di atas rak-rak yang berdebu itu. Keberuntungan tidak beserta mereka sampai Bob tiba di sebuah rak kecil di sudut ruangan yang nampak agak berbeda. Rak-rak yang lain hampir menyentuh langit-langit yang rendah dan kira-kira satu setengah meter panjangnya. Namun rak yang satu ini hanya sekitar setengah meter. Bob berusaha mengangkat sebuah jambangan dari rak paling atas dan memekik tertahan.
Jupiter Jones dengan segera berada di sebelah temannya. "Ada apa, Data?"
"Ini dia!" seru Bob. "Lihat!" Remaja bertubuh kecil itu berusaha menarik sebuah kipas angin antik dari atas rak namun benda itu tidak bergerak.
"Segala sesuatu di atas rak ini dipaku atau dilem!"
"Cari suatu mekanisme pengunci," desak Jupiter.
Tidak perlu waktu lama bagi Bob untuk menemukannya. Ketika sebuah kaleng kecil berisi mur dan baut diputar, suatu mekanisme di dalam dinding membuka suatu kunci dan seluruh rak itu terayun pada suatu engsel, terbuka seperti pintu.
Udara dingin dan lembab berhembus ke arah mereka sementara Jupe menyorotkan senternya ke lubang misterius itu.
Suatu lorong sempit berdinding batu-batu berlumut menuju ke undak-undakan yang terbuat dari batu kali.
"Dinding ini merupakan bagian dari fondasi," kata Jupiter. "Undak-undakan itu pastilah menuju keluar rumah. Dan lihatlah sarang laba-laba ini, ada yang mengusiknya. Si 'hantu' jelas telah menggunakan lorong ini untuk melarikan diri. Bob, tinggal di ruangan ini sampai aku berhasil membuka pintu keluar -- jangan sampai kita terkurung di lorong lagi."
Bob memandang ke belakang dengan gugup. Sebelumnya tidak terpikir olehnya bahwa hantu itu mungkin saja masih berada di suatu tempat di ruangan itu.
"Jangan cemas, Data, sarang laba-laba ini telah rusak, jadi dia tentu telah melewati pintu ini," kata Jupiter menenangkan. Remaja gempal itu menaiki tangga sampai mencapai sebuah pintu kecil di langit-langit. Ia mendorong dengan bahunya sampai tingkap itu terbuka. Sekali lagi hembusan udara dingin menerpa Pete dan Bob.
"Tingkap ini memang menuju keluar," lapor Jupiter. "Ayo, Teman-teman."
Pete dan Bob bergegas menaiki tangga dan memandang berkeliling. Kabut dingin bergulung-gulung dan matahari baru saja mulai muncul, menandai awal hari yang baru. Bob mengamati tingkap yang berukuran satu kali satu meter di tanah itu dan melihat bahwa di atasnya telah dilekatkan sepetak tanah berumput sehingga tersamar dengan sempurna di antara rumput halaman.
"Kita tidak akan tahu ada pintu rahasia di sini bahkan jika kita berdiri tepat di atasnya," katanya penuh kekaguman.
"Kita ada di belakang rumah," bisik Pete. Ia menatap bangunan dari batu yang angker itu. Rumah itu menjulang di atas mereka -- seolah-olah mengancam akan menelan mereka.
"Lihat ini," kata Jupiter, menunjuk ke tanah di dekat pintu rahasia. Pete dan Bob menatap tanah di dekat mereka dengan cermat. Tidak salah lagi, di atas rumput yang basah oleh embun terdapat sebuah jejak sepatu berukuran besar!
"Tapi hanya ada satu!" kata Pete. "Mana yang lainnya?"
Jupiter menyingkir dari atas tingkap dan meletakkan kakinya tepat di atas jejak sepatu itu. Jauh lebih besar daripada miliknya. Ia menyeimbangkan badan di atas satu kaki selama beberapa saat dan kemudian melompat ke samping, ke atas jalan batu sejauh beberapa langkah dari jejak itu.
"'Hantu' kita berdiri di atas satu kaki cukup lama untuk menutup tingkap," Jupiter menjelaskan. "Kemudian melompat ke jalan batu ini sehingga tidak meninggalkan lebih banyak jejak dari yang perlu. Tindakan seorang kriminal yang berpengalaman."
Pete dan Bob keluar dari pintu rahasia itu dan menutupnya kembali. Mereka berdiri di jalan batu, menggigil di tengah udara pagi yang berkabut.
"Ke mana jalan ini menuju?" tanya Pete.
"Aku kemarin ada di belakang sini seharian," seru Bob, "aku tahu ke mana perginya! Pondok Abernathy!"
"Mari," kata Jupiter tegas, "waktunya membangunkan Keluarga Abernathy!"
Next Chapter

No comments:

Post a Comment