Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 18

BAB XVIII
HANTU MOLLY THIBIDOUX

Stella Fitchhorn mengeluarkan suatu jeritan melengking ketika pintu ruang bawah tanah itu dibanting tertutup, lalu mulai terisak dengan histeris.
"Aku tidak tahan berada di dalam kegelapan!" isaknya. "Aku claustrophobic -- fobia akan ruangan tertutup! Timothy, kau harus mengeluarkanku dari sini sekarang!"
"Oh, diamlah!" tukas suaminya. Trio Detektif mendengar lelaki gemuk itu menaiki undakan, pecahan kaca berderik terinjak kakinya. Pria itu membenturkan bahunya ke pintu. Pintu itu tetap terkunci, tidak bergerak sedikit pun. Setelah mencoba beberapa kali, ia menyerah.
"Digerendel dari luar. Pintu itu tidak akan bergerak sampai Julia membuka kuncinya besok," katanya terengah-engah. Lalu ia berbicara kepada Jupiter. "Kalau kau punya ide cemerlang, Jones, sekaranglah waktu yang tepat."
Dengan aneh Jupiter tetap diam.
Dari suatu tempat di kegelapan Pete bersuara, "Hei, mungkin sebaiknya kita berusaha menemukan pintu rahasia di bilik belakang. Mungkin Winston hanya menggertak bahwa pintu itu terkunci."
"Pintu rahasia katamu?" kata Jebediah. "Tidak mengejutkan, di rumah ini. Jika kita tetap bersama-sama dan menyusuri rak-rak ini, kita bisa menemukannya tanpa banyak kesulitan."
"Sepertinya gagasan yang bagus," kata Patricia. "Semakin cepat kita keluar dari ruangan ini, semakin baik. Apa pendapatmu, Jupiter? Jupiter?"
"Hei, Jupe," kata Bob gelisah. "Kau masih ada di sini?"
"Sssttt!" desis Jupiter dari puncak anak tangga. "Dengar!"
Mereka berkerumun di dekat pintu tebal di atas tangga dan menajamkan telinga. Selama beberapa saat tidak terdengar suara apapun. Kemudian mereka mendengar benturan dan langkah kaki teredam.
"Seseorang berkeliaran di atas sana!" bisik Ben.
"Pastilah Winston," desis Bob. "Mengapa ia perlu waktu begitu lama untuk melarikan diri?"
"Mungkin ia belum menemukan harta itu sebenarnya," tebak Patricia. "Mungkin ia sedang memeriksa rumah sekali lagi."
Di dalam kegelapan mereka saling merapatkan diri di undak-undakan. Mereka menahan nafas, mendengarkan dengan seksama, berusaha menangkap suara sang penyelinap.
Sekonyong-konyong suatu jeritan menyeramkan membuat bulu kuduk mereka meremang, diikuti dengan keheningan.
"Ya ampun!" Pete berteriak tertahan. "Itu suara Winston!"
"Hantu itu ... hantu si tua Molly Thibidoux menangkapnya!" bisik Jebediah penuh kemenangan. "Balasan setimpal bagi si penjahat itu atas perbuatannya terhadap Julia yang malang."
"Aku mendengar sesuatu yang lain," kata Ben tiba-tiba. "Langkah-langkah kaki itu lagi! Dan menuju ke sini!"
Sekonyong-konyong timbul desakan dalam kegelapan yang mencekam untuk menjauh dari pintu. Pete berada paling depan.
"Aku sudah melihat hantu itu sekali," Penyelidik Kedua berseru cemas. "Dan itu sudah terlalu banyak!" Ia mulai meraba-raba untuk menuruni tangga namun Jupiter menahan lengannya.
"Tunggu, Dua. Biarlah 'hantu' kita membukakan pintu untuk kita!"
"Apa?!" semuanya berteriak serempak.
Namun Jupiter tetap berdiri tenang di puncak tangga.
"Ini bukan waktunya main-main, Jupiter! kata Patricia dengan suara gemetar. "Siapapun yang ada di atas sana mungkin saja sudah putus asa. Bahkan berbahaya!"
"Saya rasa tidak," kata Jupiter. "Bahkan, saya yakin ia adalah hantu yang baik."
"Bagaimana kau tahu, Jupe?" tanya Bob. Namun Jupiter tetap berdiam diri dengan misterius.
"Aku benar-benar berharap kau tahu apa yang kau lakukan, Pertama," kata Pete cemas.
Mereka mendengarkan sekali lagi. Langkah-langkah kaki berhenti tepat di depan pintu bilik. Kini hantu Molly Thibidoux, pelayan yang menggantung diri di pohon willow di hutan lebih dari seratus tahun yang lalu, membuka gerendel pada pintu berat itu.
Dengan deritan panjang yang membuat darah Pete serasa membeku, pintu itu terbuka perlahan-lahan.
Mereka berdiri di tangga dengan mata terbelalak sementara pintu terayun membuka.
Patricia menarik nafas dan memejamkan mata ketika ia melihat wajah penyelamat mereka yang berpendar.
Stella Fitchhorn mengerang dan jatuh pingsan ke dalam pelukan suaminya.
"Hantu ... hantu itu benar-benar ada!" Ben dan Bob tergagap.
Mulut Jebediah O'Connell terbuka dan terkatup seolah-olah digerakkan dengan seutas benang. "Demi petir ...," hanya itu yang bisa dikatakannya.
Nampaknya memang demikian! Di atas tangga berdiri sesosok wanita yang mengenakan gaun Victoria -- menggenggam tali gantungan!
"Tidak!" seru Pete, berusaha menjauh dari hantu itu. Namun Jupiter dengan keras kepala tetap menggenggam lengan temannya itu. Tiba-tiba secercah cahaya menyinari wajah sang hantu. Molly Thibidoux punya senter! Lebih mengejutkan lagi, gadis itu berkumis!
"Tepat pada waktunya, Duke Antony," senyum Jupe.
'Hantu' itu melepaskan rambut palsu dari kepalanya dan menyeka cat muka yang berpendar dengan sehelai saputangan. Duke membalas senyuman Jupiter. "Ordo Laba-laba Perak selalu siap membantu teman-teman Pangeran Djaro!"
"Laba-laba Perak?" teriak Pete.
"Pangeran Djaro?" timpal Bob. "Apa yang terjadi, Pertama?"
"Mari kita keluar dari ruangan ini dan melihat harta Mr. Hitchcock," kata Jupiter, matanya berbinar-binar penuh semangat. "Lalu akan kujelaskan semuanya."
Pada saat itu semua lampu di rumah itu kembali menyala. Mereka harus menutupi mata beberapa saat dari cahaya yang menyilaukan.
"Ah," kata Duke Antony. "Sepertinya listrik telah menyala kembali. Sambaran kilat mematikannya pada saat aku menjalankan rencanamu, Jupiter. Karena itulah terjadi sedikit kelambatan. Menurutku, hal itu pastilah membuat peran hantuku jauh lebih meyakinkan. Aku tidak yakin Winston telah melihatku ketika ia mulai menjerit ... namun pasti demikianlah adanya. Bagaimanapun, kurasa selama berbulan-bulan Winston Abernathy takkan bisa tidur tanpa lampu!"
Sementara mereka dengan lega menaiki undak-undakan untuk keluar dari ruang penyimpan anggur, Duke Antony meletakkan tangan di atas bahu Timothy Fitchhorn yang lebar.
"Tidak secepat itu," katanya.
"Apa maksudnya ini?" geram Fitchhorn. "Tarik tanganmu sekarang juga atau aku akan mengajukan tuntutan! Ini penyerangan dan pelecehan!"
Duke Antony menggelengkan kepala dengan serius. "Sebaliknya," katanya dengan suara seorang diplomat, "atas nama Pangeran Djaro, putra mahkota Varania, saya nyatakan Anda dan istri Anda ditahan."
Stella Fitchhorn membelalakkan mata dan memandang berkeliling dengan bingung. "Pangeran Siapa?" katanya.
"Varania?" Timothy Fitchhorn mencibir. "Kau tidak punya wewenang apa-apa di sini! Ini Inggris kalau kau tidak tahu, bodoh!"
"Saya yakinkan Anda bahwa saya punya wewenang," Duke menjelaskan dengan tenang. "Seandainya pun tidak, bapak-bapak ini jelas punya!"
Mata Keluarga Fitchhorn terbelalak ketika beberapa orang polisi Inggris masuk ke dalam ruangan dan mengepung mereka. Dua orang petugas dengan cepat memasangkan borgol ke tangan Keluarga Fitchhorn dan menggiring mereka keluar.
Sementara Trio Detektif menyaksikan drama yang berlangsung atas Keluarga Fitchhorn, Jupiter melihat bahwa Winston dijaga oleh seorang petugas polisi. Sehelai selimut wol menutupi bahu kepala pelayan jahat itu dan ia gemetar tanpa sadar -- menggumamkan sesuatu tentang hantu dengan tali berjerat yang muncul dari bayang-bayang. Wajahnya yang tirus dan mirip elang nampak pucat pasi mengingat hal itu.
Jupiter terkekeh dan menggelengkan kepala sementara ia memimpin orang-orang menuju pintu belakang Puri Hitchcock. "Menurut perasaanku, Winston Abernathy takkan menyamar menjadi hantu untuk beberapa lama!"

*****

Setelah urusan dengan para penjahat itu beres, Duke Antony bergabung dengan yang lain, berlari di bawah hujan menuju pondok kediaman Keluarga Abernathy. Hanya sebentar mereka harus mencari sebelum Ben menemukan sebuah wadah besi yang disembunyikan di bawah ranjang Winston. Wadah itu bundar dengan diameter sekitar 75 cm dan tinggi 30 cm, masih basah dan berlumpur.
"Digembok," kata Ben.
Jebediah sedang merawat Julia, menanggalkan sepatu wanita yang sedang tidur itu dan menaikkan selimut sampai ke dagunya. "Ada pemotong baut di tempatku menyimpan peralatan, yang kita lewati tadi," katanya. "Kau bisa memakainya untuk memotong gembok itu."
Pete berlari keluar untuk mengambilnya dan kembali beberapa detik kemudian. Ia menyerahkan alat itu kepada Jupiter, yang dengan cepat memotong gembok.
Mereka berkerumun penuh gairah sementara Jupiter membuka warisan Alfred Hitchcock itu. Namun ketika mereka melihatnya, kening mereka berkerut kebingungan. Benda itu bukanlah uang atau emas atau permata berkilauan atau bahkan harta karun perompak.
"Rol film!" seru Bob.
Bob benar. Di dalam wadah itu terdapat beberapa gulungan film untuk diputar di bioskop. Secarik kertas direkatkan di gulungan paling atas. Jupiter bergegas mengambil dan membukanya. Ia membaca keras-keras.
 
"Selamat!
"Merupakan harapanku yang tulus bahwa surat ini akhirnya jatuh ke tangan yang kuinginkan. Jika memang demikian, sudah sepatutnya pujian kuberikan kepada putriku, Patricia, dan ketiga pria muda itu. Kalian telah membuktikan reputasi kalian. Jika surat ini tidak berada di tangan kalian ... yah, siapapun yang menemukan surat ini, harta ini milikmu sekarang!
"Soal harta itu -- kalian mungkin bertanya-tanya benda apa yang sedang kalian tatap ini. Kurasa penjelasan sudah sewajarnya. Seperti kalian tahu, film adalah hidupku. Aku telah bergelut di bidang industri film sampai fisikku tidak memungkinkan lagi. Film terakhirku kumaksudkan untuk menjadi karya terbaikku, 'lagu angsa'-ku -- meminjam istilah balet. Judulnya kurencanakan 'Malam Pendek,' dan bintangnya tidak lain adalah sahabatku, Creighton Duke. Ini adalah film yang kubiayai sendiri, tanpa bantuan sama sekali dari sebuah studio besar. Sebuah mimpi, jika boleh kutambahkan, yang telah lama kuinginkan menjadi kenyataan. Milikku sendiri. Dan aku bisa melakukan apapun yang aku mau dengannya. Perjanjian kerahasiaan disusun dan ditandatangani oleh seluruh bintang dan kru yang terlibat. Meskipun telah banyak spekulasi mengenainya, publik tidak pernah tahu akan adanya film Hitchcok terakhir yang "hilang" ... sampai sekarang.
"Sayang sekali, aku jatuh sakit tepat pada saat pengambilan gambar utama hampir selesai. Ketika kutulis ini, aku menyadari sepenuhnya bahwa aku takkan bisa menyelesaikan film terakhirku. Seperti yang bisa kalian bayangkan, ketika aku menyadari bahwa 'Malam Pendek' akan jatuh ke tangan sebuah studio sepeninggalku, aku merasa terganggu. Kupikirkan bermacam cara untuk menangani dilema ini namun akhirnya ide Crate lah yang membuat kami menyusun rencana ini. Suatu cara untuk menghindari kekacauan dan suatu cara untuk mengucapkan selamat tinggal kepada mereka yang aku tahu pasti akan mencarinya.
"Selain beberapa gambar latar, musik, suara dan efek khusus, dan beberapa kekurangan teknis lainnya, film ini telah selesai. Aku yakin film ini akan aman di tangan putriku dan Trio Detektif. Kalian mendapat izinku untuk berbuat apapun atasnya sesuai keinginan kalian.
"Sekarang kurasa tidak ada lagi yang perlu kuucapkan selain selamat tinggal. Kuharap kalian, Anak-anak, merasakan ketegangan dan hiburan dalam menyelesaikan misteri warisan Hitchcock, sama seperti yang kurasakan ketika menyusunnya!
"Dan kini, aku harus mengucapkan selamat tinggal.
"ALFRED J. HITCHCOCK
"N.B. Kuharap kalian memaafkanku karena aku telah meminjam elemen jam matahari dari salah satu kasus kalian. Aku selalu merasa itu adalah tempat persembunyian yang hebat dan tidak tahan untuk tidak menggunakannya dalam misteriku sendiri!"
 
Mata Jupiter berkaca-kaca sementara ia menyentuh gulungan-gulungan film itu dengan ujung-ujung jarinya. Ia merasa aneh selama beberapa saat, seolah-olah ada sesuatu yang menyangkut di tenggorokannya. Pikiran bahwa Trio Detektif takkan pernah bertemu lagi dengan pembimbing mereka, Alfred Hitchcock, membuatnya tak mampu berkata-kata ... suatu keadaan yang jarang terjadi atas Jupiter Jones!
Akhirnya ia melegakan tenggorokannya dan berpaling menatap yang lain. Penyelidik Pertama yang gempal itu menampilkan senyum lebar di wajahnya. "Siapa yang mau menonton film?"
 
Next Chapter

No comments:

Post a Comment