Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 14

BAB XIV
MENUJU KEDUTAAN BESAR

Ketika Ben dan Jupiter meninggalkan Puri Hitchcock dengan mobil Silver Cloud Ben, remaja yang lebih tua itu berasumsi mereka benar-benar akan melihat-lihat pemandangan. Jupe dengan cepat menggeleng dan mulai mencari-cari peta di tempat menyimpan barang.
"Kusangka kau telah menyerah terhadap kasus itu," kata Ben.
Jupiter menyeringai ke arah pemuda jangkung itu sementara ia membuka peta London. "Sama sekali tidak!"
Ben nampak bingung. "Kalau kita tidak akan melihat-lihat Gedung Parlemen, lalu ke mana kita pergi?"
Penyelidik gempal itu mengacungkan kameranya. "Pertama-tama kita harus mencuci cetak film di dalam kamera ini. Lalu kita pergi ke Kedutaan Besar Amerika," katanya, "dan secepat-cepatnya tanpa melanggar peraturan!"
Dengan Jupiter berperan sebagai penunjuk jalan, Ben dengan ahli mengemudikan mobil lincah itu melalui jalan-jalan London yang sibuk. Satu jam setelah meninggalkan rumah Ben menghentikan Silver Cloud itu di depan bangunan besar berwarna putih, Kedutaan Besar Amerika. Jupiter melihat sebuah toko kecil di seberang jalan dengan tanda "Foto Satu Jam."
"Ada toko foto di seberang jalan. Temui aku di sana setelah kau memarkir mobil!" Sementara Ben mencari tempat parkir, Jupiter berlari menyeberangi jalan London yang ramai menuju ke toko kecil itu. Ternyata mereka hanya perlu menunggu selama sekitar empat puluh lima menit sebelum foto-foto besar berukuran 20 kali 25 cm itu siap. Jupiter memasukkannya ke dalam sebuah amplop besar dan kedua anak itu bergegas keluar.
Pilar-pilar raksasa dan bendera Amerika berukuran besar menandai jalan masuk ke gedung kedutaan yang mengagumkan itu. "Mari," kata Jupe, "kita tidak boleh membuang-buang waktu!" Remaja berbadan besar itu berlari menaiki tangga menuju pintu masuk. Ben berada tepat di belakangnya.
Ketika kedua anak itu sampai di pintu depan, mereka dihentikan oleh seorang petugas bersenjata yang meminta mereka menunjukkan paspor. Jupiter, yang pernah pergi ke luar negeri sebelumnya, sudah mengantisipasi hal ini dan menyiapkan paspornya. Ia mengeluarkan buku kecil birunya dan menunjukkannya kepada sang penjaga. Kemudian ia menjelaskan bahwa Ben adalah warganegara Inggris. Ben diminta menunjukkan SIM-nya untuk membuktikan. Ketika kedua remaja itu diperbolehkan masuk, mereka harus mengulangi proses yang sama dengan paspor Jupiter lagi di meja penerima tamu. Kemudian mereka diminta berjalan melalui semacam ambang pintu yang aneh, yang berbunyi dan berdengung sementara mereka lewat.
"Tolong keluarkan semua benda logam dari saku kalian," kata seorang wanita berwajah tegas yang mengenakan seragam militer. "Juga arloji dan perhiasan."
Kedua anak itu melakukan yang disuruh dan mereka akhirnya diperbolehkan masuk. Sementara mereka mengenakan kembali arloji di pergelangan tangan masing-masing, Ben menggeleng bingung. Ia harus mengakui bahwa ia sama sekali tidak tahu apa-apa.
"Aku yakin kau punya rencana, Jupiter," katanya, "namun aku sama sekali tidak punya gambaran mengenainya!"
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan," kata detektif tembam itu, "kita harus mencari delegasi Amerika Serikat yang dapat menolong kita!"
Mereka memandang berkeliling ruangan kedutaan yang besar dan berdinding marmer itu. Akhirnya Ben berseru. "Itu dia! Di pojok sebelah sana!"
Jupiter mengikuti pandangan Ben ke sebuah tanda yang bertuliskan "Urusan Internasional." Kedua anak itu bergegas menuju ruangan itu dan masuk. Begitu berada di dalam kantor Urusan Internasional, mereka disambut oleh seorang pria berwajah serius yang mengenakan jas dan dasi dan duduk di belakang meja. Papan namanya terbaca "Agen R. Arthur - Amerika Serikat / Perserikatan Bangsa-Bangsa." Ia menatap kedua anak itu seolah-olah mereka baru saja berbuat suatu kenakalan. "Ada yang bisa kubantu, Anak-anak?" tanyanya curiga.
Jupiter menegakkan tubuh dan mendongakkan dagu. Dengan suara yang jelas dan berwibawa yang membuatnya nampak lebih tua, ia berkata kepada Agen R. Arthur. Ben menatap akting Jupiter dengan kagum.
"Tentu saja saya harap ada yang bisa Anda bantu," kata Jupe tegas. "Saya perlu bertemu seorang delegasi dari negara Varania. Masalah darurat!"
Petugas berpakaian rapi itu mengangkat alisnya. "Varania? Aku tidak pernah mendengarnya. Kau yakin maksudmu bukan Bavaria?"
"Sangat yakin," tukas Jupier.
Agen R. Arthur mengangkat bahu. "Baiklah, Nak. Kalau itu maumu." Dengan ibu jarinya ia menelusuri suatu indeks tebal dan membalik-balik halamannya. Setelah beberapa saat akhirnya ia bergumam. "Ya ampun," katanya, "benar-benar ada yang namanya Varania. Pasti sebuah negara kecil!" Petugas itu mengangkat salah satu telepon di mejanya dan berkata singkat. Setelah lama berdiam diri akhirnya ia meletakkan gagang telepon.
"Baiklah, Nak. Seorang delegasi dari Varania akan turun ke lobi sekitar sepuluh menit lagi. Kuharap ini bukan sebuah permainan!"
"Saya jamin ini bukanlah sebuah permainan," kata Jupiter tenang. "Terima kasih, sir."
Kedua anak itu meninggalkan kantor Urusan Internasional dan duduk menunggu di sebuah bangku. Ketika sepuluh menit telah berlalu, mereka didekati oleh seorang pria berkulit gelap yang mengenakan jas coklat tanpa cela. Di kerahnya ia mengenakan sebuah pin berbentuk bendera Varania dan sebuah lencana berbentuk seekor laba-laba perak.
Ia membungkuk ke arah anak-anak sebagai salam dan kemudian berkata dengan aksen Varania yang kental. "Aku Duke Antony. Kalian anak-anak yang ingin menemui seorang delegasi dari Varania?"
Jupiter dan Ben balas membungkuk dan kemudian Jupe berdehem. "Saya mengharapkan bantuan Pangeran Djaro dari Varania atas suatu masalah yang sangat penting!"
Yang dimaksud Jupiter adalah putra mahkota Varania, yang telah berteman dengan Trio Detektif dalam Misteri Laba-Laba Perak berbulan-bulan yang lalu. Dalam kasus itu mereka telah membantu mengembalikan lambang negara yang telah dicuri -- kalung laba-laba perak -- dan menolong Pangeran Djaro mengatasi usaha kudeta menggulingkan tahtanya.
Duke Antony tersenyum hangat namun kemudian menggelengkan kepala. "Maaf, aku tidak bisa begitu saja menghubungi Pangeran dan berkata bahwa ada dua orang anak yang ingin bermain James Bond," katanya dengan sabar. "Tidak, tidak. Tidak bisa begitu. Sekarang kuucapkan selamat jalan." Delegasi Varania itu berpaling untuk pergi namun Jupiter belum lagi selesai.
"Maaf, sir," katanya berwibawa, "namun seandainya Anda mau berbaik hati untuk menghubungi Pangeran bahwa Jupiter Jones ingin bicara ... salah satu dari tiga anak Amerika yang membantu menemukan Laba-Laba Perak dan membunyikan lonceng kebesaran Pangeran Paul beberapa bulan yang lalu ... saya positif beliau akan mau berbicara dengan saya."
Pria berkulit gelap itu ragu-ragu, kemudian berpaling kembali, nampak bimbang.
"Kau adalah anak Amerika yang menolong Pangeran Djaro menyelamatkan Kerajaan?" tanyanya tak percaya.
"Saya salah satunya," jawab Jupiter. "Kalau tidak, bagaimana saya bisa tahu bahwa lonceng itu dibunyikan untuk memanggil bala bantuan bagi sang Pangeran? Masalah itu tidak pernah dipublikasikan atas dasar kepentingan nasional."
Duke Antony menyipitkan matanya dan menggigit bibir. Jelas ia tidak ingin mengganggu Pangeran. Akhirnya ia mengangguk. "Ikuti aku," katanya. "Akan kuhubungkan kalian dengan saluran langsung ke Istana."
Ben menyeringai ke arah Jupe. Anak gempal itu benar-benar bisa nampak penting jika ia mau!
Mereka mengikuti delegasi Varania itu menaiki tangga demi tangga dan akhirnya ke sebuah kantor kecil yang penuh sesak di ujung gedung kedutaan. Ruangan kecil itu tidak cukup untuk tiga orang, maka Ben menunggu di koridor sementara Duke Antony menghubungkan Jupiter.
Di dalam kantor Jupiter melihat map-map yang nampak resmi tertumpuk tinggi di atas lemari arsip yang sudah ketinggalan zaman. Peta-peta menutupi dinding dan sebuah bendera besar bergambar seekor laba-laba tergantung di atas pintu. Di antara benda-benda di atas meja Duke terdapat dua pesawat telepon. Satu hitam, yang lain merah. Delegasi itu mengangkat yang merah dan menekan sebuah tombol di bagian depan. Setelah menunggu sejenak, Duke Antony mengatakan sesuatu dan kemudian memberikan gagang telepon kepada Jupiter.

*****

Sementara Ben menunggu Jupiter menelepon, ia menghabiskan waktu dengan berusaha mengenali semua bendera negara-negara yang mewakili perwakilan di Kedubes Amerika Serikat, masing-masing tergantung di balkon lantai dua. Setelah hampir tiga puluh menit, Jupiter keluar dari kantor itu. Ia tersenyum lebar. Duke Antony keluar setelahnya, memegang amplop manila Jupe yang berisi foto-foto. Ia mengunci pintu kantor dan kemudian berpaling ke arah Jupiter.
"Aku akan memproses foto-foto ini secepatnya," katanya penuh hormat. "Dan aku minta maaf setulus-tulusnya karena telah bersikap kasar terhadap seorang anggota kehormatan Ordo Laba-laba Perak."
"Tidak apa-apa," jawab Jupiter. "Berapa lama sampai kita bisa menemukan sesuatu tentang foto-foto itu?"
Duke Antony berpikir sejenak. "Perkiraanku prosesnya akan makan waktu dua, mungkin tiga jam. Bisa diterima?"
"Ya," jawab Jupiter.
"Jika demikian silakan ikuti aku," kata Duke, memimpin mereka menuruni tangga. Ketika mereka sampai di sebuah pintu bertuliskan "INTERPOL", Duke meminta mereka menunggu di luar.
"Dua atau tiga jam," janjinya, kemudian masuk ke ruangan. Jupiter dan Ben duduk di sebuah bangku dan bersiap-siap untuk menunggu lama.
"Ada apa?" tanya Ben. "Apa itu 'Interpol'? Dan bagaimana caranya kau kenal dengan putra mahkota Varania?"
Jupiter menjelaskan kepada Ben bagaimana Trio Detektif telah bertemu dengan Pangeran Djaro di California dan kejadian-kejadian seru yang terjadi kemudian. "Ketika aku bicara dengan Pangeran tadi, aku minta tolong agar ia meminta Duke Antony memproses foto-foto itu melalui kantor Interpol di Kedubes Amerika."
"Tapi apa itu Interpol?" tanya Ben.
Jupiter menarik nafas dalam-dalam. "Interpol adalah singkatan dari 'International Criminal Police Organization' -- 'Organisasi Polisi Kriminal Internasional.' Didirikan di Austria pada tahun 1923 namun kemudian dipindahkan ke Prancis. Hampir semua negara ambil bagian -- Interpol adalah semacam kerja sama antar kepolisian berbagai negara. Kuambil gambar Keluarga Fitchhorn dan Jebediah dengan sengaja agar bisa diperiksa melalui basis data Interpol. Dengan demikian kita bisa tahu kalau mereka adalah penjahat yang dicari-cari."
"Menakjubkan!" kata Ben kagum.
"Sekarang kita hanya bisa menunggu," Jupiter mendesah. "Dan berharap harta itu masih di tempatnya ketika kita pulang nanti!"
Next Chapter

No comments:

Post a Comment