Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 06

BAB VI
TERJEBAK!

"Hei, keluarkan kami!" teriak Pete.
"Ssst! Diam!" desis Jupe. "Dengar ... aku dapat mendengar langkah-langkah kaki di kantor."
Anak-anak menahan nafas. Samar-samar terdengar suara langkah kaki di koridor yang panjang.
"Kau dengar bagaimana suara langkah kaki itu?" tanya Jupiter, menyuarakan pikirannya.
"Apa maksudmu?" bisik Pete di tengah kegelapan. "Kedengarannya seperti langkah kaki biasa."
"Tidak," kata Jupiter, "ada yang aneh. Sepertinya langkah yang satu terdengar lebih berat daripada yang lain."
Bob dan Pete telah mengenal Jupiter Jones dengan baik dan mereka tidak mau berdebat dengannya tentang sesuatu yang menyangkut ingatan. Otak Jupiter nyaris dapat merekam segala sesuatu yang terjadi dan ia jarang sekali melupakan hal-hal kecil sekalipun.
"Benar," kata Ben. "Sepertinya seseorang berjalan terpincang-pincang."
"Atau dengan tongkat!" kata Bob.
Pete berseru, "Jebediah yang mengurung kita!"
"Atau seseorang yang ingin kita menyangka Jebediah," koreksi Jupiter. Di dalam kegelapan otak Penyelidik Pertama berputar kencang. "Ben, bagaimana tepatnya Jebediah menjadi pincang?"
Ben berpikir sejenak. "Sepertinya Bibi Patty pernah berkata akibat kecelakaan mobil bertahun-tahun yang lalu. Kurasa kakinya benar-benar hancur. Mengapa kau bertanya, Jupiter?"
"Karena meskipun Jebediah menggunakan tongkat, ia masih dapat bergerak dengan cukup lincah. Siapapun yang mengurung kita di sini berjalan menjauh dengan sangat lambat, seolah-olah dengan sengaja agar kita mendengar. Aku sama sekali tidak yakin itu adalah Jebediah!"
"Tapi mengapa ada orang yang mau berpura-pura sebagai Sepupu Jeb?" tanya Ben.
"Mungkin sekali untuk mengalihkan kecurigaan terhadapnya," kata Jupiter, "sekaligus membelokkan penyelidikan kita."
"Aku memilih untuk mendiskusikan hal ini nanti saja," kata Pete tidak sabar. "Aku merasa lebih enak jika dapat melihat tanganku di depan mukaku."
"Aku setuju dengan Pete," kata Bob. "Semakin cepat kita keluar dari sini semakin baik."
"Baiklah," Jupiter mengalah. "Kemungkinan ada semacam mekanisme untuk membuka pintu itu dari dalam sini, mari kita coba dulu."
Bob meraba-raba permukaan pintu yang halus. "Tidak ada pegangan pintu," katanya cemas. "Mungkin ada namun kita takkan menemukannya dalam kegelapan. Mari kita menaiki tangga dan mencoba pintu di ujung satunya."
"Baik," kata Penyelidik Pertama. "Berpegangan pada ikat di depan kalian ... siapa tahu."
"Siapa tahu apa?" tanya Pete gugup.
Dengan Jupiter di depan, anak-anak menaiki undakan yang curam itu dengan hati-hati. Sekitar dua puluh anak tangga kemudian mereka sampai ke suatu dataran dan langit-langit kembali merendah. Sambil merangkak anak-anak mencapai pintu rahasia di ujung satunya.
"Di sini pun aku tidak menemukan pegangan pintu," kata Jupiter, berusaha menyembunyikan rasa cemas. "Tapi aku bisa melihat cahaya melalui retakan di pintu. Mungkin dua di antara kita bisa mendobraknya."
"Biar kubantu," kata Ben. "Mari kita dorong pada hitungan ketiga."
"Hitungan ketiga," ulang Jupiter. "Siap? Satu, dua, tiga!" secara serempak mereka membenturkan bahu ke pintu kecil itu. Terdengar bunyi kayu pecah di sisi sebaliknya dan kemudian udara segar beserta cahaya masuk ke dalam lorong. Jupiter dan Ben berjatuhan ke lantai.
"Berhasil!" seru Pete dan Bob serempak.
Anak-anak merangkak keluar dari jalan rahasia itu dan memandang berkeliling.
Ruangan tempat mereka berada nampak seperti perpaduan antara bioskop dan museum. Benda-benda dari beberapa film Alfred Hitchcock yang termasyur memenuhi ruangan sementara di ujung ruangan sebuah layar film yang besar memenuhi dinding. Berbaris-baris kursi bioskop yang mewah mengisi bagian tengah ruangan. Tali pemisah berwarna merah tergantung pada tiang-tiang kuningan, persis seperti sebuah bioskop yang sebenarnya.
"Ini ruangan proyektor milik kakekku!" seru Ben. "Bibi Patty pernah bercerita kepadaku tentang ruangan ini namun aku belum pernah masuk ke dalam. Pintunya selalu dikunci."
Jupe, yang selalu membanggakan diri atas pengetahuannya yang mendalam mengenai film dan teater, ternganga melihat segala tanda mata yang berjajar di ruangan. "Lihatlah ini!" katanya. "Ini adalah miniatur Mount Rushmore yang digunakan dalam film 'North By Northwest'! Dan yang di sana itu adalah gagak mekanik yang digunakan dalam 'The Birds'! Dan mesin pemutar lagu ini dari 'Diabolical'."
"Apa ini?" tanya Pete, mengangkat sebuah botol anggur berisi semacam pasir.
"Itu dari film 'Notorious'," kata Ben dengan kagum. "Dalam film pasir hitam itu adalah uranium. Sebuah film yang hebat!"
Bob sedang berada di ujung ruangan untuk mengamati tirai kamar mandi dan seperangkat pisau ketika sesuatu di lantai menarik perhatiannya.
"Oh, Ben," katanya.
"Ya, Bob, apa yang kau temukan di sana?"
"Kau bilang ruangan ini selalu terkunci?"
"Setiap saat," kata Ben. "Ada apa?"
Bob menelan ludah dan menunjuk ke benda yang menarik perhatiannya. Beberapa serpihan kayu tergeletak di lantai dekat kaki Bob! "Seseorang telah mendahului kita lagi," katanya.
Jupiter berlari mendekat dan memeriksa pintu. Tertutup namun tidak terkunci.
"Pintu ini telah dicongkel ... sepertinya dengan menggunakan linggis," remaja gempal itu melaporkan. "Seseorang berusaha masuk ke ruangan ini dengan terburu-buru. Kemungkinan setelah mengunci kita di dalam lorong rahasia!"
"Berarti mereka mungkin saja telah menemukan harta itu sekarang!" seru Ben.
"Tidak, kecuali mereka telah memecahkan bagian terakhir teka-teki!" kata Jupiter. "Bob, mari kita lihat catatanmu lagi."
Sekali lagi anak-anak membaca pesan itu.
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you�ll find the Crate that leads you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55 will reward you."
"Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti yang akan membawamu ke gerobak bergembok. Ikuti petunjuk, lakukan kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Creighton Duke -- 'peti' kita -- telah membawa kita ke foto bibimu Patricia," kata Jupiter, menyuarakan pikirannya. "Kita telah mengikuti petunjuk dan tiba di ruang proyektor Mr. Hitchcock. Sekarang kita harus melakukan kewajiban kita dan yang kedua dari 55 akan memberi kita penghargaan."
"Kita memang telah mengikuti petunjuk," kata Pete. "Tapi apa maksudnya 'melakukan kewajiban'?"
"Mungkin membayar semacam iuran keanggotaan -- pay your dues," kata Ben. "Kita harus membayar iuran untuk tetap menjadi anggota klub. Bagaimana, Jupiter?"
Jupiter berdiri tenang, mencubiti bibir bawahnya penuh konsentrasi. Matanya menyapu ruangan, berusaha mencari hubungan antara teka-teki itu dan benda-benda yang berasal dari film. Tapi akhirnya Bob yang menemukannya.
"Wah!" serunya. "Sepertinya aku tahu!" Detektif berbadan kecil itu masuk kembali ke lorong rahasia melalui pintu kecil di dinding. Ia menutup pintu dan membukanya lagi sementara yang lain berusaha memahami tindakannya.
"Rasanya aku tidak mengerti, Data," kata Jupiter sambil mengerutkan kening.
"Benda apa yang pertama kali kulihat ketika aku membuka pintu rahasia ini?" tanyanya. "Mesin pemutar lagu! Apa yang kita lakukan dengan sebuah mesin pemutar lagu?"
"Kita memasukkan koin untuk menyuruhnya memainkan lagu!" seru Ben. "Itulah kewajiban yang harus kita lakukan!"
Jupiter Jones nampak agak kesal karena bukan ia yang memecahkan bagian teka-teki itu namun ia menyelamati Bob dengan sportif.
"Deduksi yang hebat, Data," katanya.
Wajah Bob nyaris bersinar akibat pujian Jupe. Tidak sering Penyelidik Pertama mengakui bahwa seseorang telah mendahuluinya memecahkan masalah.
"Kalau begitu yang kedua dari 55 pastilah sesuatu yang berhubungan dengan mesin pemutar lagu," kata Pete. "Mr. Hitchcock pastilah memaksudkan baris kedua atau bait kedua dari lagu nomor 55 sebagai petunjuk selanjutnya!"
Jupiter dengan cepat menyalakan mesin itu dan menekan nomor 55 di layar. Anak-anak dengan bergairah menunggu mulainya lagu itu.
Tidak terjadi apa-apa.
"Ada yang tidak beres," kata Jupiter. Ia menekan nomor 55 lagi dan menunggu.
"Mengapa lagu itu tidak dimainkan?" seru Pete.
Jupiter berlutut dan memeriksa mesin itu. Jemarinya menemukan sebuah tuas kecil yang membuka bagian depan mesin. Ia membukanya dan mengangkat bagian depan mesin itu. Nampaklah berbaris-baris piringan hitam antik.
"Seperti yang kutakutkan," kata Jupiter muram. "Nomor 55 tidak ada!"
Next Chapter

No comments:

Post a Comment