Monday, November 1, 2010

Trio Detektif - Misteri Warisan Hitchcock 05

BAB V
DI MANA PETI ITU?

Keesokan paginya anak-anak terbangun oleh bau harum telur dan daging goreng. Mereka cepat-cepat berpakaian dan turun ke dapur. Ben dan Patricia sudah mulai makan di sana.
"Selamat pagi!" kata Ben riang. "Sepertinya kalian tidur nyenyak. Tidak bermimpi buruk kuharap, Pete."
"Hanya satu ... tentang sarapan sudah dibereskan sebelum aku bangun!" Penyelidik Dua yang jangkung tertawa.
Seorang wanita gemuk dengan raut wajah tegas dan seragam pelayan meletakkan sepiring telur dan menuangkan jus jeruk ke dalam gelas-gelas tinggi di hadapan mereka.
"Anak-anak, perkenalkan Julia Abernathy," kata Patricia. "Ia telah bekerja untuk ayahku selama hampir tiga puluh tahun. Suaminya, Winston, adalah kepala pelayan kami. Mereka menikah tahun lalu, di rumah ini juga."
"Benar," kata Julia muram. "Sungguh menyedihkan hari ketika Mr. Hitchcock meninggal dunia. Winston bahkan tidak sempat bertemu dengannya. Dan kini masa depan kami di rumah ini tidak jelas." Ia berdiri diam selama beberapa saat, mengaitkan jari-jarinya, lalu kembali ke dekat kompor.
"Rumah ini akan dijual sebulan lagi," kata Patricia menjelaskan dengan pelan. "Kami dengan senang hati akan mempertahankan Keluarga Abernathy sebagai bagian dari tanah ini namun kami tidak dapat menjanjikan pemilik baru yang belum memiliki pelayan. Julia tinggal di pondok pelayan di belakang sejak ayahku membeli puri ini."
Tepat pada saat itu seorang pria jangkung dengan jas hitam memasuki ruangan. Wajahnya tirus dan hidung bengkok seperti elang. Rambutnya mulai beruban dan bagian atas kepalanya botak sama sekali. Ia membungkuk ke arah anak-anak dan kemudian tersenyum hangat.
"Selamat pagi, Tuan-tuan," katanya dengan logat Inggris yang terpelajar. "Nama saya Winston dan saya siap melayani Anda selama Anda tinggal di Puri Hitchcock."
"Selamat pagi, Winston," jawab Jupiter. "Kau baik sekali. Bolehkah aku bertanya sesuatu?"
"Tentu saja, sir," jawab Winston.
"Apakah kau tahu tentang adanya jalan rahasia di lantai tiga rumah ini? Mungkin dinding atau pintu palsu?"
Kepala pelayan itu menegakkan tubuhnya seolah-olah bersiap memberikan kuliah yang dihapalnya dan telah dilakukannya beratus-ratus kali sebelumnya. "Setiap lantai memiliki sebuah kamar tersembunyi," katanya menjelaskan. "Rancangan rumah ini mengikuti sebuah puri tua tempat sang raja memiliki ruangan rahasia untuk bersembunyi jika sewaktu-waktu mereka diserang. Sang raja ingin memastikan bahwa di lantai mana pun keluarganya berada, mereka akan memiliki tempat berlindung yang aman untuk bersembunyi dari musuh. Meskipun demikian, setahu saya tidak ada ruangan rahasia di lantai tiga. Satu-satunya yang menghubungkannya dengan lantai yang lain, selain tangga, adalah lubang makanan, yang digunakan untuk mengangkat makanan dari dapur dan menurunkan piring-piring kotor."
"Begitu," kata Jupiter Jones.
"Ada lagi, sir?" tanya sang kepala pelayan.
"Satu hal lagi," kata Penyelidik Pertama. "Sejak kau mulai bekerja di Puri Hitchcock, pernahkah kau melihat penampakan apapun atau hantu di rumah ini?"
"Anda pasti mengacu ke Molly Thibidoux, pelayan Prancis malang yang menggantung diri di sebatang pohon," Winston tertawa riang. "Demi Tuhan, tidak. Itu hanyalah sebuah cerita tua, diceritakan untuk membangun suasana rumah ini, seperti yang dilakukan Mr. Hitchcock dalam film-filmnya."
Jupiter baru hendak menanyai Julia kalau wanita itu pernah melihat hantu di Puri Hitchcock ketika ia dipotong oleh suara pertengkaran yang terdengar mendekati dapur.
"Demi Tuhan!" kata Patricia. "Aku sama sekali lupa akan Keluarga Fitchhorns!"
"Siapa?" tanya Pete.
"Kalian pasti belum pernah bertemu dengan orang seperti Timothy dan Stella Fitchhorn," kata Ben. "Mereka mengaku sebagai saudara jauh Bibi Patty dan datang dari Skotlandia untuk menuntut bagian mereka atas harta itu."
Jupiter, Pete, dan Bob memandang dengan mata terbelalak ke arah Keluarga Fitchhorn yang membawa pertengkaran mereka masuk ke dapur.
Timothy Fitchhorn adalah seorang pria yang gemuk dan tak henti-hentinya berkeringat. Matanya berbinar-binar di balik kacamata berbingkai gading. Berulang kali rambutnya jatuh menutupi matanya dan berulang kali ia mendorongnya kembali ke atas. Ia mengenakan jas bergaris-garis yang terlalu sempit dan celana panjang yang terlalu pendek.
Di mata anak-anak, pria itu benar-benar kebalikan dari istrinya yang tak henti-hentinya mengeluh. Stella Fitchhorn mengenakan jas bergaris-garis yang identik dengan suaminya -- meskipun dengan ukuran yang pas. Stella adalah seorang wanita bertubuh pendek -- lebih pendek daripada anak-anak -- dan kurus sekali.
"Tidak pernah!" jeritnya.
"Kau selalu mempermasalahkan caraku mengemudi!" teriak suaminya, tidak menyadari kehadiran anak-anak di meja. "Bukan salahku mereka berjalan di sisi yang salah di negeri ini."
Stella Fitchhorn sudah siap untuk membalas ketika ia menyadari orang-orang yang duduk di meja. "Oh," katanya. "Patricia, senang bertemu denganmu lagi. Dan kau juga, Ben!" Namun ketika melihat Trio Detektif ia nampak bingung. "Tapi siapa anak-anak ini?"
"Pemburu uang pasti," tuduh Mr. Fitchhorn. "Aku berhak atas bagianku dan apapun yang terjadi aku akan mendapatkannya!" katanya tegas.
Jupiter, yang melihat emosi Patricia nyaris meledak, bergegas mengambil alih. "Yakinlah bahwa kami bukanlah pemburu uang," katanya. "Kami adalah teman-teman Ben dari Amerika yang sedang berlibur di sini. Dari Rocky Beach, California, tepatnya. Saya dengar kalian datang dari Skotlandia," katanya tenang, "bolehkah saya tahu dari daerah mana?"
"Chestershire," kata Timothy Fitchhorn.
"Braxton," kata Stella Fitchhorn pada saat yang sama. Mereka saling berpandangan dan Stella terbatuk. "Maksudnya kami tinggal di Braxton sebelum pindah ke Chestershire, benar kan, Sayang?"
"Benar," kata suaminya. "Bagaimanapun," katanya sambil mendorong rambutnya yang berminyak kembali ke tempatnya, "aku punya hak secara hukum atas harta yang ditemukan di tanah ini selagi kalian ada di sini. Tidak ada peraturan 'hak milik yang menemukan' di negara ini."
"Maksud Anda, ada harta karun terkubur di tanah ini?" tanya Bob polos. "Waduh, kita harus mulai menggali, Teman-teman!"
"Ya," sambut Pete, berusaha menyembunyikan senyum. "Kau punya sekop, Ben?"
Timothy Fitchhorn nampak seolah-olah siap meledak. Ia mengusap alisnya dengan saputangan dan menatap marah ke arah anak-anak. "Dengar!" katanya. Namun anak-anak tidak mendengarkan. Mereka permisi dari meja dan berlari keluar dapur, berusaha keras untuk tidak tertawa terbahak-bahak.
"Gurauan yang sungguh kejam, Bob," Jupiter tertawa sementara anak-anak berlari menuju ruang tamu yang besar.
"Tapi sungguh perlu!" Ben terkekeh. "Kita harus hati-hati akan perburuan harta karun kita dengan adanya kedua orang itu."
"Sudah jelas!" kata Pete. "Jadi di mana menurutmu kita harus mulai mencari harta itu, Pertama?" ia bertanya kepada Jupiter.
Jupiter segera berubah serius. Ia mencubit bibir bawahnya dan berpikir sejenak. "Kita telah sepakat bahwa kita harus menemukan semacam peti," katanya. "Namun mari kita baca petunjuk itu sekali lagi, siapa tahu kita mendapat ide baru."
Bob mengeluarkan buku catatannya dan membuka halaman yang berisi teka-teki itu. Anak-anak itu berkerumun untuk membaca paragraf aneh itu sekali lagi.
"Article 33: Skip the H20 and within my estate you�ll find the Crate that leads you to the paddy wagon. Follow the clues and pay your dues and the 2nd of 55 will reward you."
"Benda 33: langkahi H2O dan di dalam tanah milikku kau akan menemukan peti yang akan membawamu ke gerobak bergembok. Ikuti petunjuk, lakukan kewajibanmu, dan yang kedua dari 55 akan memberimu penghargaan."
"Kalian tahu, selama ini aku berpikir-pikir," kata Bob. "Mungkin yang kita cari sebenarnya sama sekali bukan sebuah peti."
"Apa maksudmu, Data?" tanya Jupiter sambil membaca paragraf itu lagi.
Bob Andrews menggaruk kepala dan kembali membaca petunjuk itu. "Aku bertanya-tanya -- mengapa kata 'peti' -- Crate -- ditulis dengan huruf C besar," katanya. "Kata-kata yang lain ditulis biasa saja namun kata yang satu ini diawali dengan huruf besar seolah-olah merupakan nama sesuatu."
"Mungkin kita harus mencari sesuatu di rumah ini dengan tulisan 'Crate' di atasnya," usul Pete. "Atau seseorang bernama Crate."
Jupiter kembali mencubiti bibirnya. "Jika kita harus mencari seseorang, teka-teki itu akan berbunyi 'find Crate'. Namun jelas-jelas tertulis 'find THE Crate'."
"Kecuali kalau kakekku sengaja melakukannya, hanya untuk membingungkan kita," kata Ben.
"Mungkin saja," kata Jupiter mengakui. "Apakah kau atau bibimu Patricia mengenal salah seorang teman Mr. Hitchcock yang bernama Crate?"
Ben menggeleng. "Aku harus bertanya kepada Bibi Patty," katanya. "Namun jika ia adalah seseorang yang dikenal kakekku dari dunia film, hampir pasti kita akan bisa menemukannya di ruangan yang digunakan Kakek sebagai kantor."
"Bisakah kita mencari di sana?" tanya Pete.
"Ruangan itu selalu dikunci namun aku bisa meminta kuncinya dari Bibi Patty."
Anak-anak mengikutinya sementara ia mengambil kunci dari bibinya, kemudian mereka berbaris sepanjang koridor sempit menuju ke sebuah pintu besar dari kayu oak, kantor pribadi Alfred Hitchcock. Ben memasukkan anak kunci namun sebelum sempat memutarnya, ia menegang.
"Ada apa?" tanya Pete. "Salah kunci?"
"Tidak," kata Ben pelan. "Pintu ini telah dibuka sebelumnya ... lihat!" Ia mendorong dengan tangannya dan di depan mata mereka pintu itu terbuka perlahan.
Jupe menunduk untuk memeriksa lubang kunci. "Ada yang membobol kunci ini," katanya. "Dan belum lama. Lihatlah goresan-goresan di sekitar lubang kunci ini, masih baru. Sepertinya seseorang telah menggunakan peniti atau obeng kecil untuk membuka pintu."
"Dan lihatlah kekacauan yang mereka tinggalkan!" kata Bob, menunjuk ke meja besar yang ada di tengah ruangan.
Kertas-kertas berserakan di atas meja, beberapa lembar bahkan jatuh ke lantai. Map-map telah ditarik keluar dari lemari arsip dan laci-laci meja itu terbuka sebagian.
"Sudah jelas ada seseorang di rumah ini yang berusaha mendahului kita," kata Jupiter.
"Keluarga Fitchhorn!" desis Ben. "Tunggu sampai kulaporkan kepada Bibi Patty! Ia akan mengusir mereka sebelum makan siang!"
Jupiter menggelengkan kepala. "Kita tidak punya bukti. Mungkin saja sepupu bibimu Jeb, atau Winston dan Julia."
"Bukan Julia," kata Ben. "Ia sudah terlalu lama tinggal di sini untuk melakukan perbuatan semacam ini. Namun Jebediah mungkin sekali. Dasar pembuat onar!"
Selagi Ben berbicara, Jupiter telah berjalan mendekati dinding. Panel kayu dengan ukiran tangan setinggi kira-kira satu meter menutupi bagian bawah dinding namun bagian atasnya hingga ke langit-langit penuh dengan foto-foto berbingkai, seperti di rumah Mr. Hitchcock di Hollywood.
"Ada apa, Pertama?" tanya Bob.
"Aku baru ingat sesuatu," kata Jupiter pelan. "Sebuah film hasil karya Mr. Hitchcock beberapa tahun yang lalu. Ceritanya tentang seorang pria yang telah dengan salah dituduh membunuh dan adegan klimaksnya yang mengambil tempat di sebuah ruang pengadilan besar menggambarkan bintang film itu menuding ke arah pembunuh sebenarnya."
"Apa hubungannya itu dengan adanya seseorang yang membobol kantor Mr. Hitchcock?" tanya Pete.
"Bukan kantor ... teka-teki!" kata Jupiter.
"Ya, aku ingat sekarang," kata Bob bersemangat. "Film itu berjudul 'The Fine Art of Murder' dan dibintangi oleh Creighton Duke! Mungkinkah ia adalah 'Crate' yang dimaksud?"
Jupiter mengamati ratusan foto yang menutupi dinding-dinding ruangan. "Berpencar!" perintahnya. "Cari foto Creighton Duke!"
Masing-masing memeriksa satu dinding dan mulai memeriksa setiap foto dengan seksama. Beberapa menit kemudian Ben berseru penuh kemenangan.
"Aku menemukannya!"
Trio Detektif bergegas mendekat untuk mengamati foto hitam putih itu. Foto itu diambil dari adegan klimaks 'The Fine Art of Murder'. Creighton Duke, yang berperan sebagai pria yang telah salah dituduh, berdiri di ruang sidang sambil menunjuk ke arah pembunuh yang sebenarnya. Foto itu dibubuhi tanda tangan dengan tinta hitam. Bunyinya: "Untuk Hitch -- aku tidak melakukannya! Temanmu, Crate."
"Ini pastilah Crate yang dimaksud dalam teka-teki," kata Jupiter. "Sekarang mari kita lihat ke mana Creighton Duke menuding. Semestinya ia akan membawa kita ke foto sebuah gerobak bergembok!"
Anak-anak mengikuti arah yang ditunjuk sang aktor, foto-foto di dinding seberang. Mereka mengamati setiap foto dengan seksama namun tidak ada yang nampak seperti gerobak.
"Pasti ada di sini!" kata Pete. "Mari kita periksa sekali lagi."
"Sebentar," kata Jupiter, mengangkat tangan. "Mari kita pikirkan secara logis. Mr. Hitchcock telah menunjukkan kepada kita bahwa ia sanggup bermain dengan kata-kata. Mungkin ini satu lagi tipuannya. Apa lagi yang mungkin dimaksud dengan gerobak bergembok -- paddy wagon?"
Anak-anak berdiam diri di dalam kantor yang berantakan itu selama beberapa saat, masing-masing berpikir keras.
"Mungkinkah sebuah ambulans?" saran Pete.
"Atau semacam mobil polisi?" kata Bob.
"Pemadam kebakaran?" usul Ben.
"Sebentar, sebentar!" seru Jupiter. "Sepertinya aku tahu, suatu permainan kata yang sungguh bagus!" katanya. "Ben, bibimu bernama Patricia, benar?"
"Benar," jawab remaja Inggris itu.
"Tapi kau tidak selalu memanggilnya dengan nama itu kan?" desak Jupe.
"Kadang-kadang aku memanggilnya Bibi Patty," katanya, "namun apa hubungan ... oh!" Raut wajah Ben menunjukkan bahwa ia mulai mengerti arah pembicaraan Jupe. "Patty," serunya, "bunyinya mirip dengan 'PADDY wagon'!"
"Tepat," sambut Jupe. "Creighton Duke pastilah menunjuk ke arah sebuah foto yang menggambarkan bibimu Patricia, kemungkinan sebagai seorang gadis kecil di dalam sebuah gerobak!"
"Dan inilah dia!" seru Bob. Mereka berkerumun di depan foto yang dimaksud. Di dalam foto itu seorang gadis kecil yang mengenakan gaun putih berenda-renda dan mendekap sebuah boneka duduk di dalam sebuah gerobak berwarna merah. Di sisi gerobak itu terdapat tulisan berwarna putih, "GEROBAK PATTY".
"Kita telah menemukannya!" kata Ben begairah. "Gerobak bergembok dari teka-teki."
Penuh semangat Jupiter meraih bingkai foto itu dan berusaha menariknya dari dinding. Saat itu terdengar bunyi "klik" yang kencang dan setengah meter dari panel kayu yang menghiasi dinding terbuka seperti sebuah pintu kecil.
"Foto itu adalah sebuah kunci untuk membuka pintu rahasia," kata Jupe kagum. "Hebat! Ayo, mari masuk dan melihat ada apa di balik pintu ini!"
Jalan rahasia itu kecil dan sempit pada awalnya namun kemudian melebar setelah beberapa meter sehingga mereka hampir-hampir dapat berdiri tegak. Tidak ada lampu, maka mereka berusaha melihat dengan menggunakan cahaya yang masuk dari pintu kecil itu.
"Ada undakan di sini," kata Jupiter. "Jalan rahasia ini pastilah menuju ke salah satu tempat di lantai dua."
Tepat pada saat itu terdengar benturan di belakang mereka dan anak-anak berada di dalam kegelapan total.
"Seseorang telah menutup pintu!" teriak Ben terkejut.
"Cepat, kembali ke tempat kita masuk!" perintah Pete.
Mereka bergegas kembali ke pintu sempit itu namun segera menyadari bahwa pintu itu terkunci dari luar.
"Tidak ada pegangan untuk membuka pintu di sisi ini," kata Bob. "Kita terjebak!"
  Next Chapter

No comments:

Post a Comment