Tuesday, October 26, 2010

Trio Penyamar Chapter 15

BAB XV
KEMATIAN DENGAN 1000 IRISAN

Jupiter Jones keluar dari peti dan segera dibekuk dengan kasar oleh Ping. Jensen berdiri dengan mulut terbuka, menatap Mr. Won, kemudian peti itu, dan kemudian Mr. Won lagi.
"Bagaimana kau tahu ia ada di dalam situ?"
Mr. Won menyipitkan mata di balik kacamatanya yang berbingkai emas dan menggelengkan kepala. "Apabila kau telah hidup selama aku, kau akan memahami bahwa ada banyak cara untuk melihat tanpa menggunakan mata."
Jupe mengamati ruangan yang besar dan melingkar itu. Tepat seperti yang digambarkan Bob dan Pete ketika mereka menangangi Misteri Hantu Hijau. Dinding-dindingnya masih tetap tertutupi tirai tebal berwarna merah dengan sulaman emas yang menggambarkan naga dan kuil. Di bagian depan ruangan terdapat kursi Mr. Won yang besar; terbuat dari kayu hitam dengan ukiran yang indah dan dilengkapi dengan bantalan yang tebal. Mr. Won sendiri mengenakan jubah bangsawan Cina kuno berwarna merah yang terjuntai sampai ke lantai. Ia bangkit dari kursi besarnya dan mengacungkan jari ke arah Jupe.
"Mendekatlah, Nak," katanya dengan suara yang pelan namun tegas. Jupe melangkah maju dan berdiri di hadapan Mr. Won, berusaha keras untuk nampak tegar.
"Tidak apa-apa merasa takut," kata Mr. Won, seolah-olah membaca pikirannya. "Itu memberi tahuku bahwa kau menghargai kekuatanku." Jupe berdiri diam, berpikir keras mencari jalan keluar. "Bagaimanapun juga, dulu aku telah bersikap luwes terhadap teman-temanmu, sekarang aku tidak bisa berjanji." Ia melangkah mendekati Jupe. "Kau telah terbukti cukup sukar ditaklukkan, Bulat."
Jupe mengerutkan kening mendengar acuan terhadap bentuk tubuhnya. Bahkan di dalam situasi yang paling berbahaya sekalipun ia tetap peka akan tubuhnya. Ia hendak mengucapkan sesuatu ketika Mr. Won berbicara lagi.
"Kau telah melihat dan mendengar terlalu banyak. Seperti yang kau ketahui, aku telah menghabiskan seluruh hidupku berusaha mendapatkan dan mengembalikan harta karun dari Dinasti Won ke pemiliknya yang sah. Aku adalah keturunan paling tua yang masih hidup dari Dinasti Won Cina kuno. Harta di depan matamu ini adalah milik keluargaku yang terhormat, tidak untuk didiamkan di museum."
Jupe menelan ludah dan memandang berkeliling. Ping mendekatinya dari belakang, seolah-olah merasa Jupe akan berusaha lari menuju pintu sewaktu-waktu. Mr. Won mengibaskan tangan.
"Si Bulat tahu tidak ada jalan untuk melarikan diri, Ping. Ia tidak akan mencoba sesuatu yang bodoh seperti lari, benar?"
Jupe mengangguk lambat-lambat dan menatap sepatunya. Ia ingat yang dikatakan Bob dan Pete tentang kekuatan hipnotis Mr. Won dan mengingatkan dirinya untuk tidak terpengaruh.
Mr. Won terus berbicara sambil berjalan mondar-mandir di depan Jupe. "Kau tentu saja tidak punya apa-apa yang aku belum punya untuk kau tawarkan kepadaku, jadi tidak ada gunanya tawar-menawar untuk kebebasanmu."
Sekonyong-konyong sebuah ide melintas di kepala Jupe. "Saya punya Mutiara Hantu!" tukasnya. "Tidak banyak, namun cukup untuk memperpanjang umur Anda paling tidak setahun lagi!"
Won berhenti melangkah dan memalingkan muka ke arah Jupe. "Dengan mudah aku dapat membaca pikiranmu untuk mengetahui kebenaran hal ini, Bulat. Jangan coba-coba menipuku."
"Anda tidak perlu membaca pikiran saya," kata Jupe cepat. "Lihat saja di dalam kantung yang ada di saku Jensen."
Mata Mr. Won menyipit kembali dan ia duduk lagi di kursinya yang besar. "Pegang dia," katanya pelan. Sebelum Jensen dapat bergerak, kedua tangannya dibekuk dari belakang oleh dua orang pelayan setia Mr. Won. Jupe merasa seolah-olah mereka muncul begitu saja dari lipatan tirai. Jensen memberontak dan mendengus seperti seekor banteng namun bahkan tenaganya yang besar pun bukan tandingan kedua anak buah Won.
"Apa maksudnya ini?" seru Jensen marah. "Tidakkah kau pikir aku akan memberikannya kepadamu?! Segala sesuatu ada harganya, tahu!" Wajahnya berubah merah dan ia memaki-maki.
Mr. Won duduk dengan sabar hingga Jensen selesai memaki-maki. "Sudah cukup aku mendengar omonganmu. Gara-gara kebodohanmu sekarang situasi kita yang sudah rumit ketambahan lagi anak lelaki ini," kata Mr. Won. "Tolong mutiaranya." Satu lagi pelayan muncul dari balik tirai dan menggeledah saku-saku Jensen sementara lelaki besar itu memberontak. Si pelayan menemukan kantung kelereng milik Jupe dan menyerahkannya kepada Mr. Won.
"Kau sungguh berani dan dapat berpikir cepat, Bulat," kata Mr. Won pelan. "Mungkin kau telah membeli kebebasanmu." Mr. Won meraih ke sela-sela bantalan kursinya dan mengeluarkan sebuah botol kecil berisi cairan bening. Ia meraih ke dalam tas Jupe dan mengeluarkan sebutir Mutiara Hantu. "Jika ini benar-benar mutiara kehidupan, kau akan mendapatkan kebebasanmu ... dengan syarat kau menyerahkan semua sisa mutiara yang kau miliki. Cukup adil, Bulat. Namun demikian, jika ini adalah sebuah tipuan, kau akan menjadi korban kematian dengan seribu irisan. Cukup adil juga."
Hati Jupe mengecil. Ia tidak menduga Mr. Won akan menguji salah satu mutiara itu. Tapi sebelum ia dapat menyatakan keberatan, Mr. Won menjatuhkan kerikil itu ke dalam botol, menyentuh dasarnya dengan sebuah dentingan. Ketika batu itu tidak melebur, Mr. Won menatap Jupe penuh amarah. "Tatap mataku, Bulat, dan lihatlah kematianmu."
Jupe didorong ke depan oleh para pelayan Mr. Won, genggaman mereka di lengannya terasa sekeras baja. Sementara ia berusaha mengalihkan pandangannya dari tatapan Mr. Won yang menembus, hatinya berdebar keras dan keringat dingin muncul di dahinya. Ia tidak akan pernah melihat Bibi Mathilda atau Paman Titus lagi. Dan bagaimana dengan Pete dan Bob? Apa yang akan mereka lakukan tanpanya? Ada begitu banyak orang yang tidak akan sempat diberinya selamat tinggal. Hans dan Konrad. Worthington ....
Worthington!
Dengan dentuman yang kencang, pintu tempat persembunyian Mr. Won yang terbuat dari kayu oak tebal terbanting ke lantai dan supir Inggris bertubuh jangkung itu menyerbu masuk! Ia diikuti beberapa orang polisi dengan pistol teracung. Sejenak terjadi kekacauan dan para pelayan Mr. Won berusaha melarikan diri melalui jalan keluar rahasia yang tersembunyi di balik tirai. Para polisi berusaha menangkap sebanyak-banyaknya yang mereka bisa namun mereka direpotkan oleh Jensen dan Ping, yang hampir saja berhasil kabur sebelum akhirnya sebuah tembakan peringatan ke langit-langit dilepaskan oleh salah seorang polisi.
Worthington melihat Jupe dan bergegas menghampiri. "Lepaskan dia, Teman-teman!" serunya dengan berani, menyerang para pelayan Won dengan gerakan judo yang membuat Jupe terbelalak. Anak-anak itu telah mengenal Worthington cukup lama namun tidak ada yang tahu bahwa ia memiliki minat dalam ilmu bela diri!
Anak buah Won bukan tandingan supir jangkung itu dan mereka berlari menuju pintu ... dan para polisi. "Anda tidak apa-apa, Master Jones? Anda tidak terluka?"
"Aku baik-baik saja, Worthington," Jupe menghembuskan nafas lega. "Tapi bagaimana kau menemukanku?"
Si supir jangkung memungut topinya dari lantai dan meluruskan dasinya. "Mari kita pergi ke tempat yang aman dulu dan nanti saya akan menjelaskan semuanya."
"Sebentar, Worthington," kata Jupe. "Ada satu orang yang ingin kupastikan tidak dapat lari kali ini."
Selama kekacauan berlangsung Mr. Won duduk diam di kursi hitamnya yang besar. Kini Jupe dan Worthington melihatnya dengan tenang mengangkat salah satu bantalan tangan di kursinya dan menekan sebuah tombol merah yang tersembunyi di bawahnya. Dengan takjub mereka menyaksikan lantai tempat kursi Mr. Won terletak mulai berputar ... dan dalam beberapa detik ia telah menghilang, digantikan oleh sebuah dinding bertirai. Jupe mendengar sebuah dentingan berat di balik dinding itu. Ia menduga itu adalah sebuah mekanisme pengunci. Akan dibutuhkan waktu lama untuk menjebol dinding itu. Cukup waktu, pikir Jupe, bagi Mr. Won untuk melarikan diri dengan tenang.
  Next Chapter

No comments:

Post a Comment